Di Indonesia terdapat cukup banyak
penderita thalasemia yang bersifat diturunkan secara genetik, data
menemukan bahwa 6-10% penduduk kita merupakan pembawa gennya.
Sekilas Tentang Thalasemia
Penyakit thalasemia merupakan suatu
penyakit kelainan darah resesif autosomal atau bersifat genetik dimana
kerusakan DNA akan menyebabkan ketidakseimbangan pembuatan salah satu
dari keempat rantai asam amino yang memproduksi sel darah merah
(hemoglobin) penderitanya, serta mudah rusak sehingga kerap menyebabkan
anemia.
Darah manusia terdiri atas plasma dan
sel darah yang berupa sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit) dan keping darah (trombosit), seluruh sel darah dibentuk oleh
sumsum tulang, sedangkan hemoglobin merupakan salah satu pembentuk sel
darah merah, yang terdiri dari 4 rantai asam amino (2 rantai amino alpha
dan 2 rantai amino beta) yang bekerja bersama-sama untuk mengikat dan
mengangkut oksigen keseluruh tubuh. Kegagalan pembentukkan rantai asam
amino menyebabkan thalasemia, hal tersebut ditandai oleh defisiensi
produksi globin pada hemoglobin, dimana terjadi kerusakan sel darah
merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek
(kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak
normal (hemoglobinopatia).
Mekanisme Penurunan Penyakit Thalasemia
Enam sampai sepuluh dari setiap 100
orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Thalasemia diturunkan oleh
orang tua yang carrier kepada anaknya.
- Jika kedua orang tua tidak menderita thalasemia trait (bawaan), maka tidak mungkin mereka menurunkan thalasemia trait atau thalasemia mayor pada anak-anaknya. Jadi semua anaknya mempunyai darah normal
- Bila salah seorang dari orang tua menderita thalasseia trait sedangkan yang lainnya tidak maka satu dibanding dua (50%) kemungkinan setiap anak-anaknya akan menderita thalasemia trait, tetapi tidak seorang pun anak-anaknya menderita thalasemia mayor.
- Bila kedua orang tua menderita thalasemia trait,maka anak-anaknya kemungkinan akan menderita thalasemia trait atau kemungkinan juga memiliki darah normal atau kemungkinan bisa menderita thalasemia mayor
Dari skema di bawah dapat dilihat
kemungkinan anak dari pasangan pembawa sifat thalasemia beta adalah 25%
normal, 50% pembawa sifat thalasemia beta, dan 25% thalasemia beta mayor
(anemia berat)
Jenis dan Gejala Thalasemia
Berdasarkan gejala klinis dan tingkat keparahannya ada 3 jenis thalasemia :
- Thalasemia mayor, dimana kedua orang tua merupakan pembawa sifat, dengan gejala dapat muncul sejak awal masa anak-anak dengan kemungkinan hidup terbatas. Gejala-gejala tersebut adalah : Menderita anemia hemolitik,Pembesaran limpa dan hati akibat anemia yang lama, perut membuncit, Sakit kuning (jaudice), Luka terbuka di kulit (ulkulus/borok), Batu empedu, Lemas, karena kurang nafsu makan, Pucat, lesu, sesak nafas karena jantung bekerja berat, Pembengkakan tungkai bawah, Pertumbuhan lambat (berat badan kurang)
- Thalasemia minor, gejalanya lebih ringan dan sering hanya sebagai pembawa sifat saja. Biasanya ditandai dengan lesu, kurang nafsu makan, sering terkena infeksi. Kondisi ini sering disalahartikan sebagai anemia karena defisiensi zat besi.
- Thalasemia Intermedia, merupakan kondisi antara mayor dan minor, dapat mengakibatkan anemia berat dan masalah berat seperti deformalitas tulang, pembengkaan limpa. Yang membedakan dengan thalasemia mayor, adalah berdasarkan ketergantungan penderita pada transfusi darah.
Gejala khas thalasemia
Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar
Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya kelabu karena penimbunan zat besi
Deteksi Dini Thalasemia
Deteksi dini thalasemia sangat
dianjurkan oleh para ahli karena pertambahan jumlah penderita yang cukup
pesat, dan hasil penanganan juga akan lebih baik dibandingkan melakukan
screening ketika perjalanan penyakit telah lanjut. Sasaran untuk
melakukan deteksi dini adalah pasangan yang akan menuju jenjang
pernikahan, ibu hamil sebagai syarat pemeriksaan prenatal, anak-anak
yang dicurigai gejala thalasemia. Pemeriksan laboratorium tersebut
meliputi pemeriksaan darah lengkap yaitu Hb, Lekosit, Eritrosit,
Trombosit,Hematokrit, Diffcount, LED,MCV, MCH, MCHC.
Penanganan Thalasemia
Penderita thalasemia bila tidak
ditangani secara serius, rata-rata hanya bertahan hingga usia 8 tahun.
Perawatan berupa transfusi rutin akan memperpanjang harapan hidup,
selain itu perlu menggunakan obat untuk mengatasi penumpukkan zat besi,
berupa obat Desferal yang diberikan lewat suntikan, bahkan saat ini
sudah ada yang berupa obat oral, yang diberikan bagi penderita di atas 2
tahun. Tindakan penatalaksanaan terbaik justru ada pada cangkok sumsum
tulang, dimana jaringan sumsum tulang penderita diganti dengan susum
tulang donor yang cocok dari anggota keluarga, meskipun hal ini masih
cukup sulit dan biaya cukup mahal. Sebagai pemantauannya adalah
pemeriksaan kadar feritin 1-3 bulan, untuk mengetahui kelebihan zat
besi. Selain akibat anemia kronis, maka juga perlu ada pemantauan proses
tumbuh kembangnya.
Pencegahan Thalasemia
Pencegahan bisa dilakukan dengan
menganjurkan mereka yang tergolong thalasemia trait untuk menikah dengan
pasangan yang berdarah normal, karena anak-anak yang dilahirkan
pasangan ini tidak akan terkena thalasemia mayor, meskipun masih
memungkinkan dapat terkena thalasemia trait. Pada pasangan suami istri
yang tergolong thalasemia trait, untuk mencegah kemungkinan melahirkan
anak thalasemia mayor, dengan perencanaan yang dibantu oleh dokter ahli
genetika. (dari berbagai sumber)
0 Response to "MENGENAL PENYAKIT THALASEMIA "